Setelah cek darah di labolatorium, nyokap positif kena tipes. Nyokap jadi rewel dan suka ngerengek. Apalagi mengetahui kalau besok dia bakal sendiri di rumah karena bokap sibuk kerja, kakak harus kuliah, dan gue sekolah. Kebetulan penyakit males gue lagi kumat, kalau gue udah males semua berasa nggak penting, padahal lima bulan lagi gue ujian nasional. Apa lagi yang bisa gue perbuat? Setelah gue interogasi diri gue sendiri, gue nggak juga menemukan jawaban yang tepat supaya gue mau pergi ke sekolah. Lalu tiba-tiba bokap memberi titah : "niki kamu mau sekolah tidak? kalau tidak temani mama di rumah, tapi ingat kamu jangan sibuk sendiri terus, harus rawat mama ya!"
Setelah berfikir keras, memperhitungkan konsekuensi dan sebab akibat, akhirnya gue memutuskan untuk menetap di rumah meskipun harus menjaga nyokap seharian, bagi gue itu tugas mulia, menghindarkan gue dari panggilan anak durhaka.
Dengan gaya sok cool dan tenang gue menjawab, "Hmmm... gimana ya, besok sih kayaknya ada remedial, tapi bisa nyusul kok. Ya udah deh boleh", lalu gue pergi ke kamar untuk melakukan ritual dance gue sebagai unjuk rasa senang gue.
Akhirnya gue nggak sekolah pada keesokan harinya. Saat siang mulai datang, nyokap mulai rewel lagi. Minta ini itu, minta ditemenin, minta diajak ngobrol, minta dipijitin, dan minta yang lain-lain. Gue udah kayak mothersitter. Tiba-tiba nyokap bilang, "Nik, Mama mau makan soup cream yang ada di pizza hut"
"Siap!", dengan cepat gue melesat lari ke meja telefon.
Ada dua pizza hut yang dekat dari rumah gue, yaitu Pizza hut pondok kelapa dan pizza hut kalimalang. Pertama-tama gue harus menemukan nomor telepon Pizza hut pondok kelapa yang letaknya paling dekat dengan rumah gue. Tapi sialnya di rumah gue nggak ada brosur pizza hut karena keluarga gue bukan customer setia makanan itali.
Tapi setahu gue bokap menyimpan nomor telepon segala macam restoran di Jakarta, langsung gue coba menghubungi bokap. Sialnya, bokap lagi sibuk rapat dan telepon gue di biarkan begitu saja. Padahal ini antara hidup dan mati, gue dan nyokap sudah sama-sama kelaparan.
Gue mulai merasa agak putus asa, dan akhirnya ide tolol gue muncul. Gue segera melesat ke depan layar laptop dan membuka situs 'google'. Lalu gue mengetik tulisan 'nomor telepon pizza hut pondok kelapa' untuk gue search. Bagi gue google seperti kamus pintar yang mempunyai segala macam informasi.
Setelah mencatat sebuah nomor yang gue temukan di google, gue langsung kembali ke meja telepon. Jari-jari gue memencet tombol dengan lincah...
"Ya, dengan Pizza Hut bisa dibantu?", terdengar suara laki-laki yang agak kemayu di seberang.
"Eh iya, saya mau pesan antar..."
"Maaf mas, lowongan untuk pengantar sudah penuh. Tapi kalau waitress ada."
"Hah? Iya mas, saya juga nggak mau jadi pengantar. Saya mau pesan makanan."
"Ohh! Anda mau melamar jadi koki?"
"Heh, apaan sih? Ini Pizza Hut podok kelapa kan?"
"Iya benar. Ini dengan siapa? Bisa minta biodata mas?"
"Saya mau pesen!" nyaris gue berteriak melengking
"Iya, lowongan apa?", tanya mas-mas itu kalem.
"Lowongan-lowongan melulu dari tadi! Saya mau beli makanan!"
"Loh mas, maaf ini nomor untuk yang mau melamar kerja. Mas salah nomor mungkin."
"Hah! Jadi neleponnya bukan kesini? Kesini aja deh, udah laper nih mas!"
"Maaf mas, kalo mau pesan bukan kesini. Tapi kalau mau melamar jadi waitress boleh kok mas"
Gue menahan dongkol mendengar suara kemayu itu berdalih. Perut laper, mas-mas kemayu nyebelin, bener-bener bikin emosi naik.
Gue menahan dongkol mendengar suara kemayu itu berdalih. Perut laper, mas-mas kemayu nyebelin, bener-bener bikin emosi naik.
"Ohh iya deh saya salah nomor, maaf mas.", kata gue berusaha sopan.
"Iya nggak apa-apa kok mas. Tapi apa nggak mau ngelamar kerja sekalian? Maaf ini dengan mas siapa?"
"SAYA NGGAK MAU NGELAMAR KERJA!"
"Ehh, iya iya maaf ya mas! Nggak usah marah-marah dong, saya jadi kaget mas."
"SAYA CEWEK, BUKAN EMAS-EMAS!!!" Braaaaakkk!!! teriakan terakhir gue mengakhiri pembicaraan yang menyebalkan itu.
Ternyata informasi dari google nggak sepenuhnya bisa gue percaya!
Akhirnya ide cemerlang melewati otak gue, telfon 108! Nomor itu bagaikan ibu peri dalam dongeng yang bisa menjawab pertanyaan apapun.
Kali ini yang menjawabnya seorang wanita, dan yang paling membuat gue bersyukur, dia langsung mengetahui jenis kelamin gue tanpa perlu gue sebutin.
"Hallo mba, saya mau tanya nomor telepon Pizza Hut Pondok Kelapa dong"
"Sebentar... oh maaf mba, nomor teleponnya belum terdaftar, tapi kalau yang kalimalang ada. Mau?", tanya mba di telepon mirip iklan kartu GSM 3.
"Mau mau mau!", jawab gue bersemangat, bolpoin dan kertas sudah siap di tangan.
"Oke, 123456..."
"Makasih ya mba!"
"Terima kasih kembali" Ckrek. Gue menutup telepon dengan sopan. Saat gue mau menelfon tiba-tiba nyokap muncul dengan langkah sempoyongan. Entah karena sakitnya semakin parah atau udah keroncongan.
"Kenapa ma? Aku baru dapet nomernya nih, tapi dapetnya yang di Kalimalang"
"Loh kok nggak yang Pondok Kelapa? Kan lebih deket?"
"Yahh, cuma beda dikit ini Ma. Kalimalang kan juga deket banget."
"Sini deh biar Mama yang telepon.", kata nyokap nggak sabar Gue pun memberikan gagang telepon ke nyokap. Selanjutnya nyokap mulai menelepon, dan isi pembicaraannya nyaris membuat gue keselek.
"Hallo??? Ini Pizza Hut Pondok Kelapa ya? LOH?!! BUKAN??? ohh, maaf ya mas, kalau begitu boleh saya minta nomor Pizza Hut Pondok Kelapa? Iya. Oke oke. Terima kasih ya!", lalu nyokap menutup telepon dan menyuruh gue menelepon ke Pizza Hut Pondok Kelapa.
Setelah bengong cukup lama akhirnya gue menyimpulkan kalo nyokap laper berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar